Memberikan pujian merupakan hal yang biasa dilakukan oleh orang tua ataupun guru saat murid berhasil melakukan suatu hal. Kalau dari pengalaman sehari-hari, mungkin kata “wah, kamu anak baik ya” atau “pintar, gitu dong” merupakan kalimat yang sering kali kita lontarkan tanpa berpikir panjang. Tapi tahukah Anda bahwa hal ini dapat berdampak negatif?
Pertama, tentu saja kalimat pujian tadi membuat percakapan segera berakhir, karena toh tidak ada lagi yang bisa dibahas. Dampak kedua, fokus dari kalimat tersebut seakan-akan tujuan murid berusaha adalah demi menyenangkan atau mendapat penerimaan guru dan orangtuanya, bukan demi diri sendiri. Jika pujian-pujian seperti ini diterima oleh murid secara terus menerus, murid pun terbiasa mementingkan pendapat dan penilaian orang lain ketimbang pengalaman belajar dan kerja keras. Pada umumnya, kerja keras akan kita kerahkan saat menghadapi tantangan. Namun, dalam menghadapi tantangan, risiko gagal dan dinilai buruk oleh orang lain pun besar. Oleh karena itu, murid yang terbiasa mendapatkan pujian akan akan melihat tantangan, kegagalan, dan kerja keras sebagai momok. Mereka akan cepat menyerah hingga berbuat rela curang agar bisa terhindar dari kegagalan, rasa malu, dan penilaian buruk orang lain.
Lalu, bagaimana caranya mencegah hal ini?
Bukannya tidak boleh memuji. Guru maupun orang tua justru sangat disarankan untuk menunjukkan apresiasi pada murid. Namun, ada trik tersendiri nih untuk melakukannya. Dalam mengapresiasi murid, ada baiknya guru memberikan murid kesempatan untuk menikmati prestasinya dan mengakui jerih payah yang telah mereka lakukan sendiri. Bagaimana caranya?
1. “Cerita yuk!”
Saat murid memperoleh prestasi yang baik, salah satu kalimat yang bisa digunakan oleh guru untuk memberikan pujian adalah meminta murid untuk menceritakannya kepada kita. Murid akan merasa dihargai ketika guru dengan tulus mendengarkan pengalamannya tersebut.
Contoh
Murid A: Tadi pagi aku bisa bangun pagi sendiri loh, Bu.
Guru: Wah, Ibu merasa senang mendengarnya. Ibu mau dengar dong ceritanya.
Melalui bercerita, murid pun didorong untuk mengingat kembali prestasi yang telah dicapainya dan menikmati rasa bangga dipuji guru. Guru dapat menggunakan kalimat lainnya untuk memberikan kalimat pujian kepada murid agar ia semakin merasa semangat dan dihargai terhadap prestasi yang diraihnya.
2. “Kamu pasti merasa….”
Pujian dapat diberikan dengan mengarahkan murid untuk berfokus pada emosinya. Hal ini membantu murid untuk mengenali kelebihan yang dimiliki dengan mengemukakan emosinya. Caranya adalah dengan menebak perasaan murid.
Ketimbang memuji dengan sebutan anak baik atau anak pintar, guru lebih disarankan untuk mengatakan kata-kata seperti ini:
“Kamu pasti senang karena sudah berusaha keras ya”
“Pasti kamu puas sekali setelah melakukannya dengan baik”
Menyebutkan emosi murid memang seolah-olah dapat menutup obrolan, namun kenyataannya hal ini dapat memiliki pengaruh sebaliknya. Cara ini justru dapat membantu murid yang pemalu membuka diri.
Selain itu, pujian ini dapat membantu memperluas kosakata murid terkait emosi dan melatih mereka mengenali emosinya sendiri. Setelah guru mengucapkan kalimat “kamu pasti merasa… ”, guru disarankan untuk diam sejenak sehingga murid memiliki kesempatan untuk bereaksi. Reaksi yang dimunculkan murid bisa beragam, misalnya mengkonfirmasi dugaan guru, menjelaskan lebih jauh hal yang dirasakan, ataupun mengoreksi dugaan tersebut. Selama murid berbicara, guru dapat memperhatikan baik-baik bagaimana cara murid menanggapi pujian tersebut.
3. “Cara apa saja yang kamu lakukan hingga akhirnya berhasil?”
Dalam menanggapi keberhasilan murid, ada baiknya guru maupun orang tua membantu murid menyadari bahwa ada pilihan-pilihan atau pola perilaku tertentu yang akhirnya dapat membuahkan hasil. Oleh karena itu, saat murid berhasil mencapai tujuan atau prestasi tertentu, guru dapat mengapresiasi mereka dengan menanyakan usaha atau cara apa saja yang telah mereka lakukan. Misalnya, guru dapat mengatakan “Wah, kamu pasti senang sekali ya. Cerita dong, gimana caramu hingga berhasil mendapat nilai 100?” dan variasi lainnya dari kalimat ini.
Saat guru menanyakan kalimat ini, jawaban murid bisa beragam. Ada yang dengan mudah bercerita tentang langkah-langkah yang dilakukannya hingga berhasil. Ada pula yang tidak terlalu mahir dalam berefleksi diri, sehingga akan menjawab “Tidak tahu” atau “Soalnya gampang sih”. Untuk murid yang kurang terlatih dalam berefleksi ini, guru dapat menimpali dengan hasil observasi sendiri terhadap perilaku murid. Misalnya dengan mengatakan “Ibu lihat kamu selama dua minggu ini mengerjakan seluruh tugas yang diberikan. Bahkan kamu meminta soal tambahan dan segera bertanya kalau tidak mengerti. Sepertinya cara itu cocok untukmu ya.” Melalui proses ini, murid pun akan turut mengapresiasi usahanya sendiri dan lebih terasah dalam berefleksi.
4. “Ibu/Bapak menghargai…..” atau “Ibu/Bapak kagum…”
Guru diharapkan dapat menghargai atau memuji tindakan-tindakan baik yang dilakukan murid, sekecil apapun tindakan itu. Misal, saat murid kesulitan memahami materi pelajaran namun tetap berusaha mengerjakan semampunya. Guru dapat mengatakan bahwa “Ibu menghargai usaha keras kamu untuk bisa mengerjakan soal matematika tadi. Padahal materi tadi tampaknya cukup sulit ya bagimu”. Guru akan terlihat secara tulus mengatakan bahwa ia memberikan pujian kepada muridnya tersebut. Murid yang tadinya merasa kurang percaya diri atau tertinggal dari teman-temannya, akan merasa dihargai, diperhatikan, dan didukung saat diberi pujian atas kerja kerasnya.
Referensi
Mueller, C. M., & Dweck, C. S. (1998). Praise for intelligence can undermine children’s motivation and performance. Journal of Personality and Social Psychology, 75(1), 33–52. https://doi.org/10.1037/0022-3514.75.1.33
What to Say Instead of ‘I’m Proud of You’. Edutopia. (2021). Retrieved 25 August 2021, from https://www.edutopia.org/article/what-say-instead-im-proud-you.